Minggu, 18 Januari 2015

Bunda Sarah: Kenangan itu.....

Bunda Sarah: Kenangan itu.....


Sebenarnya namanya Hesti, namun orang-orang biasanya memanggilnya bunda Sarah. Sarah adalah anak semata wayangnya.  Sering temen2 & tetangganya menanyakan kapan Sarah punya adik, cuma dijawab : nanti kalau Sarah sudah sekolah (TK).  Tahun depan Sarah sudah masuk SD, namun belum ada tanda2 Sarah mau punya adik.
  
Bunda Sarah (Hesti) adalah wanita berpendidikan walau akhirnya memilih mengurus rumah tangga setelah menikah.  Suaminya punya posisi penting dikantornya. Dengan rumah tipe 45/125 berlantai 2, 2 motor & sebuah Camry nongkrong di garasinya.  Secara materi keluarga muda ini berkecukupan.
 
 Belakangan ini raut bunda Sarah tidak secerah biasanya.  Juga terdengar bisik2 dari temen2 & tetangganya, bunda Sarah suka pinjam uang.  Apa uang dari suaminya ga cukup? Untuk apa uang tersebut. Dia hanya bilang kalau uang tersebut untuk membantu orang tuanya yg sedang sakit.  Kalau demikian mengapa ga ngomong sama pasanganya atau menyisihkan blanja yg diterima nya dari suami.
  
Ternyata ada yg menggelayut dihatinya, soal keluarganya di kampung.  Masih terpantri dalam ingatan bunda Sarah kecil saat orang tuanya pisah/cerai. Bunda Sarah Cuma 2 bersaudara, dia & adik perempuannya.  Semasa kecil diasuh oleh budenya dari bapak, disekolahkan sampai perguruan tinggi.  Kedua ortunya masing2 sudah menikah lagi.  Dari bapaknya ada 5 adik tiri, dari pernikahan ibunya ga punya anak.
 
 Entah apa penyebab keretakan perkawinan ortunya, bunda Sarah kecil tidak memahaminya saat itu. Yg dia ingat adalah pertengkaran2 setiap hari dirumahnya.  Tidak pagi, siang ataupun malam.  Rumah sudah bagai neraka.  Entah apa juga yg disampaikan budenya ke bunda Sarah saat itu, sehingga bunda Sarah begitu membenci ibunya.......hingga saat ini.
  
Saat ini bunda aktif mengikuti ta’lim, namun itu belum bisa melembutkan hatinya agar bisa menerima ibunya dg baik.  Dendam ke ibunya masih tersisa.  Pernah ibunya sakit keras, saudara2nya meminta dia pulang begitupun temen2 & tetangganya, bahkan suaminya pun mengajak menengok ibunya.  Namun bunda bersikukuh tidak pulang apalagi mendapat support dari budenya di kampung. Apa salah ibunya?  Bunda Sarah sudah menganggap budenya menjadi ibu.  Siapa yg mengasuh, membesarkan & menyekolahkan aku dulu....semuanya bude, begitu yg selalu dia katakan.  Saat idul fitri-pulang kampung-pun bunda tidak bersilaturahim ke rumah ibunya, padahal dia nginap di budenya (sebagai basecamp-nya saat mudik), juga berkunjung ke rumah bapaknya.  Padahal semuanya sekampung.  Ironis.
  
Suatu hari ibunya datang berkunjung ke Jakarta, siang itu bunda Sarah sedang duduk2 di taman dekat rumahnya bersama tetangganya.  Begitu ibunya datang & masuk rumah,dia tidak keluar2 rumah sampai keesokan harinya dan Sarah pun baru masuk menjelang Maghrib, tidak seperti  biasanya. Kalau sore sudah harus mandi, makan baru boleh main lagi. Sepatutnya saat neneknya datang, anak kita panggil untuk salaman & cium tangan sebagai bentuk penghormatan ke ortu.  Setelah itu silakan main kembali.  Ini tidak!  Apa salah ibunya sampai bunda Sarah memeperlakukannya seperti itu?  Bukankah Rosulullah mengajarkan untuk menghormati ibu kita sampai Rosul mengulang 3x baru setelah itu bapak, ortu yg wajib kita hormati. Berkata ” ah” saja ke ortu tidak boleh.  Pasti itu sudah seringkali didengar & diajarkan dalam ta’lim2nya.  Namun itu belum meluluhkan sikapnya.
  
Sore itu gerimis, bunda Sarah memandang ke langit saat duduk diteras atas seolah-olah menerawang masa kecilnya.  Ada rahasia yg dipendamnya dari semua orang....bahkan dari pendamping yg dicintainya.

Seandainya..........bunda Sarah mau berbagi agar resah hatinya bisa lebih lega & kekerasan sikapnya bisa lebih lembut.  Mungkin dg suaminya atau orang yg dipercayainya agar bisa menjaga amanah masalah ini, agar hati bisa dilembutkan & sikap dapat diluruskan.  Karna saat kebengkokan sudah demikian keras akan lebih sulit untuk diluruskan kalau  salah malah bisa patah.  Setidaknya harus memulai....sebelum terlambat.  Itu yg harus & wajib dilakukan bunda Sarah, Hesti Sulistiowati. Wallahua’lam.  (061209)
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar